Mengenal Suku Banggai: Pewaris Negeri Air yang Membentuk Kerajaan di Ujung Timur Sulawesi


BANGGAI BERDIKARI – Jauh di ujung timur Semenanjung Sulawesi Tengah, tepatnya di wilayah Banggai, Banggai Laut dan Banggai Kepulauan berdiamlah Suku Banggai. Suku ini bukan hanya sekadar kelompok etnis, melainkan pewaris langsung dari sebuah entitas politik maritim besar yang telah eksis sejak abad ke-13, yaitu Kerajaan Banggai.

Bersama Suku Saluan, Balantak, dan Andio, Suku Banggai merupakan pilar utama identitas kultural di wilayah ini, yang sering disatukan dalam akronim populer BABASALAN.

1. Asal-Usul dan Warisan Kerajaan Banggai

Suku Banggai memiliki akar sejarah yang kental dengan peradaban maritim dan sistem monarki. Wilayah Banggai bahkan tercatat dalam kitab kuno Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi dengan sebutan "Benggawi".

Tonggak Kerajaan:
 * Penyatuan Negeri: Sebelum kedatangan Islam, wilayah ini dikenal dengan nama Tano Bolukan, yang merupakan gabungan kerajaan-kerajaan kecil.

 * Adi Cokro: Pendirian Kerajaan Banggai secara resmi sering dikaitkan dengan sosok Adi Cokro (dikenal juga sebagai Adi Soko atau Mumbu doi Jawa), seorang tokoh keturunan Jawa, yang menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar tahun 1575.

 * Meskipun Kerajaan Banggai kemudian menjadi kesultanan Islam tertua di Sulawesi Tengah dan pernah berada di bawah pengaruh Ternate dan Gowa, peninggalan keraton di Pulau Banggai menjadi saksi bisu kejayaan mereka sebagai penguasa negeri air.

2. Pembagian Sosial: Sea-sea dan Pesisir

Suku Banggai memiliki pembagian masyarakat yang erat kaitannya dengan kondisi geografis:

 * Suku Sea-sea (Orang Gunung): Kelompok yang mendiami daerah pedalaman dan pegunungan, khususnya di Pulau Peleng. Mereka sangat mengandalkan hasil hutan dan dikenal sebagai pemburu tradisional (Baasu).

 * Suku Banggai Pesisir: Kelompok yang tinggal di sepanjang pantai dan merupakan masyarakat maritim yang andal. Profesi utama mereka adalah nelayan.

Meskipun terbagi secara geografis, kedua kelompok ini memiliki kesamaan bahasa, budaya, dan tradisi.

3. Ekonomi dan Komoditas Khas

Sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah kepulauan, mata pencaharian Suku Banggai adalah perpaduan antara agraris dan maritim:

 * Pertanian: Mereka mengenal pertanian padi, jagung, dan cokelat.

 * Ubi Banggai: Komoditas karbohidrat khas dan langka yang hanya bisa dijumpai di daerah ini. Ubi jenis Dioscorea sp. ini ditanam dengan ritual khusus yang disebut Bapidok dan menjadi bahan dasar makanan tradisional seperti kue Payot.

 * Kelautan: Sebagai suku maritim tunggal di Sulawesi Tengah, kegiatan menangkap ikan dan hasil laut lainnya merupakan pilar ekonomi utama.

4. Tradisi Adat dan Kesenian

Budaya Suku Banggai sangat kaya, mencerminkan akulturasi budaya laut dan pengaruh kerajaan:

 * Kesenian Musik: Musik tradisional dimainkan dengan alat musik seperti Batongan (terdiri dari gong dan gendang) dan Kanjar.

 * Tarian Adat: Mereka memiliki berbagai tarian seperti Salendeng, Onsulen, dan Balatindak (tarian keprajuritan yang dilakukan dengan menghentakkan kaki).

 * Kue Tradisional: Salah satu makanan khas yang hanya disajikan pada saat perayaan keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, adalah kue Kala-kalas (atau kaakaras), yang terbuat dari tepung beras.

 * Hukum Adat: Masyarakat Banggai memiliki mekanisme penyelesaian masalah secara kolektif yang dipimpin oleh tetua adat dalam musyawarah yang dikenal sebagai Adat Mompese.

Mayoritas masyarakat Suku Banggai saat ini memeluk agama Islam. Kekuatan Islam di Banggai sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan, namun warisan adat istiadat dan kepercayaan tradisional tetap dipertahankan dalam berbagai upacara, menjadi perekat yang mengikat masyarakat kepulauan ini dari masa ke masa. (*)

Posting Komentar untuk "Mengenal Suku Banggai: Pewaris Negeri Air yang Membentuk Kerajaan di Ujung Timur Sulawesi"