oleh Redaksi Banggai Berdikari
Di bagian timur Sulawesi, tepatnya di Pulau Peling, Banggai Kepulauan, bentang alam karst menyimpan lebih dari sekadar gugusan batu kapur. Di dalamnya, ada mata air yang tak pernah kering selama puluhan tahun. Ada sungai bawah tanah yang menopang kehidupan desa. Ada gua-gua yang menyimpan jejak sejarah dan spiritualitas lokal. Karst bukan hanya lanskap, melainkan ruang hidup, sumber air, dan rumah budaya. Namun kini, kawasan karst di Banggai Kepulauan terancam dibongkar atas nama pembangunan industri.
Rencana tambang batu gamping yang akan dijalankan oleh lebih dari 28 perusahaan mencakup area seluas 3.400 hingga 4.000 hektare. Kawasan yang akan dieksplorasi tersebar di berbagai desa di Pulau Peling, termasuk Lelang Matamaling, Bonepuso, Apal, Kayubet, dan Toi-Toi. Semua desa ini berada di atas kawasan karst esensial—yakni kawasan yang secara geologi dan ekologis sangat penting karena menjadi tempat penyimpanan dan pelepasan air bersih alami.
Bagi warga desa, ancaman ini bukan sekadar statistik. Ini adalah ancaman langsung terhadap sumber air minum mereka, terhadap lahan pertanian yang ditanami ubi Banggai dan rempah-rempah, terhadap kampung halaman yang selama ini mereka jaga dengan kearifan lokal. Karst yang digali berarti hilangnya keseimbangan air tanah, potensi longsor, pencemaran, hingga kekeringan yang berkepanjangan. Semua itu bukan hal yang bisa diperbaiki dalam waktu singkat, apalagi diganti dengan uang kompensasi.
Penolakan terhadap tambang ini telah muncul sejak 2023. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Luwuk, Ikatan Mahasiswa Banggai Kepulauan di Makassar (IKMBM), WALHI Sulawesi Tengah, serta berbagai komunitas lokal telah menyatakan sikap tegas menolak eksploitasi batu gamping. Mereka menyebut tambang sebagai bentuk perampasan ruang hidup dan ancaman ekologis yang akan diwariskan pada generasi mendatang. Bahkan DPRD Bangkep melalui beberapa fraksi telah mendesak agar tidak ada satu pun izin yang keluar sebelum ada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang transparan dan partisipatif.
Namun hingga pertengahan 2025, izin usaha pertambangan (IUP) masih terus berjalan. Pemerintah daerah menyatakan bahwa izin harus berdasarkan RTRW, tapi realitasnya, beberapa konsesi sudah ditetapkan sebelum ada kejelasan ruang. Ini membuka potensi konflik kepentingan dan celah hukum yang rawan dimanfaatkan oleh investor.
Kami di Banggai Berdikari melihat bahwa krisis ini bukan sekadar soal tambang, melainkan soal arah pembangunan. Apakah kita akan terus menggantungkan masa depan pada model ekstraktif yang menguras alam? Atau kita mulai membangun pendekatan lain yang berbasis keberlanjutan, partisipasi warga, dan penghormatan terhadap ekologi?
Alternatifnya nyata. Karst bisa dikembangkan sebagai kawasan eko-wisata berbasis budaya dan geologi. Warga bisa difasilitasi untuk mengembangkan pertanian rempah dan pangan lokal yang telah terbukti bertahan di tengah krisis iklim. Pendidikan lingkungan bisa ditanamkan sejak dini. Pembangunan energi terbarukan juga lebih masuk akal untuk wilayah pesisir dan kepulauan seperti Banggai. Semua itu akan lebih bermakna ketimbang mengejar angka investasi yang menimbulkan kerusakan permanen.
Kita tidak menolak kemajuan. Yang kita tolak adalah pembangunan yang menyingkirkan manusia dan mengorbankan alam. Kita tidak anti investasi. Tapi kita ingin investasi yang menyehatkan tanah, memperkuat komunitas, dan menghormati pengetahuan lokal.
Karst bukan sekadar batu. Ia adalah sumber air, pelindung iklim, benteng alam dari krisis, dan warisan budaya yang tak tergantikan. Jika batu ini hancur, maka hancurlah juga jejak sejarah, keberlanjutan hidup, dan kedaulatan komunitas di atasnya.
Kami percaya, masa depan Banggai tidak harus dibangun di atas puing-puing kampung yang digusur atau mata air yang mengering. Masa depan Banggai bisa dibangun dengan mendengarkan mereka yang selama ini menjaga tanahnya dengan cinta dan hormat. Bukan dengan mendatangkan alat berat yang menggali sampai ke akar.
Banggai tidak lahir dari tambang. Tapi dari laut, dari hutan, dari ubi, dari bahasa, dari karst. Itulah yang harus kita jaga bersama.
---
Daftar Pustaka
Mongabay Indonesia. (2025, 6 Mei). Jika Karst Ditambang, Banggai Kepulauan Menuju Kehancuran Ekologis. Diakses dari [https://www.mongabay.co.id/2025/05/06/jika-karst-ditambang-banggai-kepulauan-menuju-kehancuran-ekologis/](https://www.mongabay.co.id/2025/05/06/jika-karst-ditambang-banggai-kepulauan-menuju-kehancuran-ekologis/)
Mongabay Indonesia. (2025, 13 Mei). Ubi Banggai Terancam Tambang Batu Gamping. Diakses dari [https://www.mongabay.co.id/2025/05/13/ubi-banggai-terancam-tambang-batu-gamping/](https://www.mongabay.co.id/2025/05/13/ubi-banggai-terancam-tambang-batu-gamping/)
WALHI Sulawesi Tengah. (2025). Tambang Batu Gamping Akan Menjadi Bom Waktu. Diakses dari [https://walhisulteng.org/tambang-batu-gamping-akan-menjadi-bom-waktu-bagi-kehidupan-manusia-di-pulau-peleng-kab-banggai-kepulauan/](https://walhisulteng.org/tambang-batu-gamping-akan-menjadi-bom-waktu-bagi-kehidupan-manusia-di-pulau-peleng-kab-banggai-kepulauan/)
Banggai Kece. (2024, 9 Desember). HMI Gelar Aksi Demonstrasi Tolak Eksploitasi Tambang Batu Gamping di Bangkep. Diakses dari [https://banggaikece.id/2024/12/09/hmi-gelar-aksi-demonstrasi-tolak-eksploitasi-tambang-batu-gamping-di-bangkep/](https://banggaikece.id/2024/12/09/hmi-gelar-aksi-demonstrasi-tolak-eksploitasi-tambang-batu-gamping-di-bangkep/)
Benua.id. (2025, April). Tambang Datang, Mata Air di Banggai Kepulauan Terancam Hilang. Diakses dari [https://benua.id/tambang-datang-mata-air-di-banggai-kepulauan-terancam-hilang/](https://benua.id/tambang-datang-mata-air-di-banggai-kepulauan-terancam-hilang/)
Kabar Benggawi. (2024, Juni). Mahasiswa Banggai Kepulauan di Makassar Tolak Tambang Batu Gamping. Diakses dari [https://www.kabarbenggawi.com/2024/06/10/mahasiswa-banggai-kepulauan-di-makassar-tolak-tambang](https://www.kabarbenggawi.com/2024/06/10/mahasiswa-banggai-kepulauan-di-makassar-tolak-tambang)
Disclaimer
Artikel ini disusun dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk tujuan literasi budaya dan pengembangan media lokal. Beberapa interpretasi nilai bersifat kontekstual dan dapat diperkaya melalui riset lapangan atau kontribusi warga. Banggai Berdikari mengundang masyarakat untuk ikut memperdalam narasi budaya Banggai melalui karya, catatan, atau cerita lokal lainnya.
Posting Komentar untuk "Karst Bukan Sekadar Batu: Menolak Tambang Batu Gamping di Banggai Kepulauan"