Puisi: Saya Bangga Jadi Banggai

Karya: Moh. Adhitya R. Tolani

Pulau kecil di ujung timur Sulawesi,
Tano Monondok—itulah nama Banggai.
Hamparan pulau kecil di balik ombak,
Tersimpan rahasia di tanah yang tenang.

Hidup di tengah masyarakat adat,
Montolutusan jadi dasar pengikat.
Yakumo ikomo, ikomo yakumo,
Kita lua kitamo, torang basudara.
Bersatu dalam ikatan Banggapi.

Sa bangga, jadi Banggai.
Banggai...
Bijak seperti Tomundo,
Tangguh seperti Tarenga,
Gagah seperti Alaing Belong—
Itulah kita, anak Banggai!

Sa bangga, jadi Banggai.
Hidup di pulau berdampingan dengan laut,
Di darat: ubi Banggai, cingke, dan kelapa.
Di laut: Nisuon, Tumbuno—
Pemberi berkah dan kekayaan.

Sa bangga, jadi Banggai.
Hidup dengan bete dan ubi di meja,
Itulah yang buat kita tetap ada.
Mama berpesan, “Kanggio ko nondok, teali Banggapi tuu.”

Hutan luas yang hijau bersenandung,
Berbisik: “Banggai, tano monondok.”
Tanah yang memberi kehidupan,
Yang dijaga dengan cinta dan adat.

Dari peradaban panjang yang tegak berdiri,
Negeri Banggai membentuk jati diri.
Sistem kerajaan nan kuat dan luhur,
Tegak gagah seperti sayap Garuda.

Tahun 1500-an:
Kerajaan Banggai bersanding megah
Dengan Majapahit, Buton, Gowa, Ternate—
Tak mudah runtuh oleh badai sejarah.

Berabad-abad perjalanan,
Banggai lahirkan para raja,
Bukan karena darah,
Tapi karena layak dan berani.

Basalo Sangkap jadi jalan memilih,
Siapa yang pantas, dialah yang memimpin.
Itulah demokrasi yang tumbuh dari adat,
Yang diwariskan sejak dahulu kala.

Negeri Banggai berdiri megah,
Disangga bumi Bungkuko Tatandak dan Padang Laya,
Menjadi saksi bisu kejayaan,
Banggai—negeri besar, negeri bermartabat.

Sa bangga, jadi Banggai.
Sa bangga, bangga... bangga!
Teali Banggapii... (*)

---

*Penulis adalah Ketua Asrama sekaligus pengurus Departemen Kesekretariatan dalam organisasi Ikatan Montolutusan Pemuda Mahasiswa Banggai Laut Yogyakarta (IMPMBL). Ia berasal dari Desa Lampa (juga dikenal sebagai Bobolon) dan saat ini sedang merantau ke Yogyakarta untuk menempuh pendidikan sebagai mahasiswa.

Puisi ini dia tulis untuk teman-teman Banggai di perantauan—yang rindu kampung halaman, yang bangga menjadi bagian dari masyarakat adat Banggai. Jangan lupakan sejarah. Jangan biarkan identitas sebagai orang Banggai hilang ditelan zaman.

"Kette ko Montolutusan, Tiali Banggapi tuu." (Pahami Montolutusan, dan jaga selalu ikatan Banggapi.)

Posting Komentar untuk "Puisi: Saya Bangga Jadi Banggai "