Oleh: Sekretaris Tomundo Banggai, Muh. Syarif A. Uda’a, S.H.
Sebuah tradisi budaya Babasal (Banggai, Saluan, Balantak) yang sakral, sarat dengan nilai-nilai agamis dan pesan moral, telah diwariskan ratusan tahun silam oleh para leluhur Mian Banggai. Sebagai pewaris budaya mulia ini, menjadi kewajiban kita untuk bahu-membahu menyatukan tekad dalam melestarikan serta mewujudkan amanah mulia tersebut, yakni “Malabot Tumbe”—menjemput telur pertama burung Maleo. Burung ini merupakan maskot kebanggaan masyarakat Banggai di Sulawesi Tengah, yang dikenal dengan sebutan Manuk Mamua Lalabak Tomundo Banggai.
Burung Maleo diyakini sebagai milik Raja Banggai yang dihadiahkan oleh ayahanda Raja Banggai pertama, Tabea Adi Sako (disebut orang Banggai) atau Adi Cokro (disebut oleh Mian Jawa), seorang panglima perang utusan Kerajaan Kediri. Ia adalah tokoh pewaris sekaligus peletak dasar nilai-nilai demokrasi di Banggai ratusan tahun silam. Hal itu tampak dalam prosesi pemilihan dan pelantikan Raja Banggai yang dilakukan oleh para pemilik negeri (Lipu Tombuno Banggai mian bisa), yakni Basalo Sangkap: Basalo Babulao, Basalo Kokini, Basalo Katapean, dan Basalo Singgolok.
Konon, Manuk Mamua atau burung Maleo adalah peliharaan Tomundo Matindok (Raja Matidok) yang memiliki dua keturunan: putri bernama Siti Aminah dan putra bernama Syekh Ma’ruf. Kawasan hutan Bangkiriang merupakan lokasi awal habitat burung Maleo karena kondisi geografisnya yang mendukung. Namun kini, kawasan tersebut mulai terancam akibat berbagai kepentingan. Maka dari itu, tugas masyarakat adat adalah menjaga kelestariannya.
Menurut cerita, saat penyerahan burung Maleo di pelabuhan Motindok Batui oleh Abu Qasim kepada Raja Motindok, terselip sebuah pesan: apabila burung Maleo bertelur, maka telur pertama (Tumbe) wajib dihantarkan ke Banggai. Atas dasar amanah inilah, ritual pengantaran telur Maleo dari Batui ke Banggai terus berlangsung hingga kini, selama ratusan tahun.
Makna Filosofis Prosesi Malabot Tumbe
Upacara adat Malabot Tumbe mengandung empat makna utama yang diajarkan para leluhur:
1. Menjaga Amanah
2. Sabar dalam menjalani kehidupan
3. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
4. Berani membela kebenaran
Nilai-nilai ini telah mendarah daging antara Mian Batui dan Mian Banggai, sebagai jalinan persaudaraan yang tak lekang oleh matahari dan tak lapuk oleh hujan. Hubungan silaturahmi abadi ini terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagaimana pepatah:
> Kalu Bolikon Ikata Kobingkate Ilemo Kai, Kalu Bolikon Oloyonia Noin Kai.
> (Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan hari ini, kapan lagi).
Prosesi Perjalanan Ritual
Dalam perjalanan menuju Banggai, terdapat dua lokasi penting pelaksanaan ritual:
1. Desa Pinalong (Kabupaten Banggai Kepulauan). Di sini dilakukan prosesi pelemparan kayu, sebagai simbol perlawanan terhadap gangguan makhluk jahat. Hal ini berawal dari kisah Abu Qasim, putra Raja Adi Cokro, yang pernah diganggu saat menyeberang menuju Batui.
2. Tolo Tanjung Merah, Desa Mansalean (Kecamatan Labobo, Kabupaten Banggai Laut) Perahu yang membawa telur Maleo harus singgah untuk mengganti pembungkus telur dengan daun pohon komuning yang tumbuh di wilayah tersebut. Pembungkus lama dihanyutkan ke laut Banggai Lalongo. Maknanya: setiap pemberian harus dipersembahkan dengan yang terbaik.
Momentum Budaya
Tradisi pengantaran telur Maleo kini telah menjadi kalender budaya Kabupaten Banggai Laut, yang dilaksanakan setiap 1–4 Desember setiap tahun. Prosesi ini dilaksanakan oleh masyarakat adat Batui dengan dukungan pemerintah, menuju Banggai sebagai saksi peninggalan leluhur.
Keraton Banggai sendiri telah ditetapkan negara sebagai cagar budaya yang dilindungi, serta terdaftar dalam Lembaga Majelis Adat Kerajaan Nusantara.
Demikian, terima kasih.
Tinatauan Badang Doi Kita Sasaibino...
Soosa, Doi Tomundo Banggai, Kobobato Nasuba Oloyo Nia Banginsa Adadalo Bobato Tangkano, Malabotan Tumbe Ngalau Manuk Mamua Lue Doi Utus–Utus Batui Tatampunemo...
Sekretaris Tomundo Banggai, Muh. Syarif A. Uda’a, S.H.
Posting Komentar untuk "Sinopsis Malabot Tumbe: Warisan Budaya Kerajaan Banggai"