Wajib Dilestarikan, Ini Daftar Permainan Tradisional di Banggai Raya

BANGGAI BERDIKARI – Permainan tradisional di Banggai Raya (yang mencakup Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut) bukan sekadar hiburan masa kecil. Mereka adalah cerminan budaya, kreativitas anak-anak desa, dan nilai-nilai sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Di tengah arus modernisasi, warisan lokal seperti Kasadol, Kalario, Bakiak, Kelereng, Benteng, Sembunyi, dan Gasing penting untuk dijaga dan dipopulerkan kembali.

1. Kasadol – Kreativitas Tembak-Tembakan Bambu

Kasadol adalah permainan rakyat khas Banggai yang melibatkan tembakan menggunakan bambu sebagai “senjata” dan kertas basah sebagai peluru. Anak-anak desa menggunakan alat sederhana ini untuk berekspresi dan berkreasi dalam bermain.

Cara bermain: Peluru dari kertas atau daun basah dimasukkan ke dalam tabung bambu kecil. Pemain menggunakan batang kayu atau bambu penekan untuk melontarkan peluru dengan memanfaatkan dorongan udara.

Nilai sosial: Memupuk kreativitas, penggunaan bahan alam, koordinasi tangan, serta keceriaan anak-anak saat berkompetisi dengan cara sederhana tanpa biaya besar.

2. Kalario (Hadang) – Adu Strategi, Kecepatan dan Kerja Sama

Kalario, yang juga dikenal sebagai Hadang, adalah permainan beregu yang sangat popular dalam perayaan tradisional di Banggai.

Sejarah dan konteks: Dalam HUT Kabupaten Banggai ke-64 pada 5–6 Juli 2024, Kalario diumumkan sebagai satu dari lima cabang lomba olahraga tradisional bersama tarik tambang, sumpit, lari karung, dan patengka. Sebanyak 12 regu ikut bertanding dalam ajang tersebut.

Cara bermain: Dua tim bergantian mencoba menyeberangi area lawan dan menyentuh pemain lawan dari markas mereka, lalu kembali ke base sendiri tanpa tertangkap. Jika tertangkap, pemain dinyatakan keluar.

Nilai budaya: Melatih sportivitas, strategi tim, tanggung jawab individu dalam kelompok, dan keberanian dalam menghadapi tekanan saat bermain.

3. Bakiak – Koordinasi dan Kebersamaan

Bakiak, atau baki-baki, adalah permainan beregu yang mengubah alas kaki menjadi alat kompetisi.

Cara bermain: Satu tim (3–5 orang atau lebih) menginjak bakiak panjang dari kayu atau batok kelapa dan berjalan serempak dari garis start menuju garis finis. Jika tidak seirama, pemain bisa tersandung atau terjatuh.

Kultur sosial: Banyak dimainkan dalam acara kemasyarakatan seperti perayaan 17 Agustus atau festival desa. Lebih dari sekadar kompetisi, itu adalah simbol kebersamaan dan sinkronisasi langkah.

Nilai: Mengajarkan kerjasama, kesabaran, serta perencanaan gerakan antar anggota.

4. Kelereng – Fokus, Strategi, dan Keberanian

Permainan kelereng (atau kaca bola) sangat populer di Banggai dan hampir seluruh Nusantara.

Cara bermain: Pemain membuat lingkaran di tanah dan menembakkan kelereng dengan jari untuk memukul kelereng lawan keluar atau masuk ke target. Skor diberikan pada pemain yang berhasil mencapai target atau menyentuh kelereng lawan.

Unsur pendidikan: Membentuk strategi, fokus psikomotorik halus, serta risiko dan keputusan—karena pemain yang kalah biasanya “dihukum” secara ringan seperti dijatuhi kelereng yang lain.

Akumulasi nilai: Kesabaran, ketelitian, ketegasan dalam memilih taktik, dan sportivitas menerima hasil.

5. Benteng (Bente) – Petualangan Strategi dan Kecepatan

Benteng, atau bente, adalah permainan beregu klasik mirip sukatan taktik.

Cara bermain: Dua tim menjaga markas (benteng) berupa pohon, batu, atau rambu, sambil berusaha menyentuh benteng lawan dan kembali tanpa tertangkap.

Makna sosial: Permainan ini menanamkan semangat kerjasama kelompok, strategi menyerang dan bertahan, serta keberanian menghadapi lawan.

6. Sembunyi (Petak Umpet) – Kecerdikan dan Ketangkasan

Petak umpet atau sembunyi adalah permainan universal, juga dikenal luas di Banggai.

Cara bermain: Seorang penjaga menutup mata sambil menghitung. Pemain lain bersembunyi. Setelah batas waktu hitung, penjaga mencari dengan menyebut lokasi yang ditemukan.

Manfaat: Melatih kreativitas mencari tempat tersembunyi, kerja sama dalam kelompok (jika bersama), serta keberanian menghadapi “ketahuan” dalam permainan.

7. Gasing – Ketahanan, Teknik dan Tradisi

Gasing, yang juga disebut Kalaar di Banggai, adalah permainan tradisional dengan akar agraris.

Sejarah: Gasing merupakan salah satu permainan tertua di Nusantara, bahkan dulu digunakan dalam ritual pasca panen sebagai simbol kesuburan dan penghormatan terhadap dewi padi.

Cara bermain: Gasing kayu dibuat dari kayu keras seperti merbau, petai cina, atau asam. Tali dililitkan ke badan gasing lalu ditarik untuk memutarnya. Pemenang ditentukan dari gasing yang paling lama berputar atau berhasil menjatuhkan gasing lawan dengan melempar ketika lawan sedang berputar.

Nilai budaya: Mengajarkan ketekunan, teknik dalam pembuatan dan pemutaran, serta sportivitas dalam kompetisi.

Mengapa Permainan Tradisional Banggai Ini Harus Dilestarikan?

1. Cermin Identitas Lokal – Permainan ini unik untuk Banggai Raya dan mencerminkan gaya hidup masyarakat pesisir dan agraris.
2. Pembentukan Karakter – Nilai gotong royong, keberanian, fokus, kreativitas, dan sportivitas bermuara dari bentuk permainan.
3. Respons terhadap Modernisasi – Lewat lomba seperti di HUT Kabupaten Banggai 2024, ada usaha nyata melibatkan masyarakat dalam revival budaya.
4. Media Pendidikan Alternatif – Permainan seperti Kalario telah digunakan dalam pembelajaran penjasorkes di sekolah, menunjukkan nilai edukatifnya.


Daftar Pustaka

1. Museum Sulawesi Tengah. “Permainan Tradisional di Sulawesi Tengah.”
2. Media Alkhairaat. “Gasing, Bukan Sekadar Permainan Tradisional.”
3. Trans Sulteng / Kilas Banggai. “Meriahkan HUT Banggai, 5 Cabang Olahraga Tradisional Dipertandingkan.”
4. Obormotindok. “Sambut HUT ke-64 Banggai, Pemkab Gelar Lomba Olah Raga Tradisional.”
5. Lonsuit – UNISMUH Luwuk. “Implementation of Kalario Game in Learning Physical Education.”
6. Nggalek.co. “Mendidik lewat Permainan Tradisi.”
7. DGK.id. “Mengenang Berbagai Jenis Permainan Rakyat di Indonesia.”

Posting Komentar untuk "Wajib Dilestarikan, Ini Daftar Permainan Tradisional di Banggai Raya"