Meluruskan Sejarah: Lembaga Adat Banggai Nyatakan H. Syukuran Aminuddin Amir Bukan Tomundo Sah

BANGGAI BERDIKARI – Dalam catatan panjang sejarah Kerajaan Banggai, terdapat satu periode yang kerap menjadi subjek pembahasan dan penafsiran berbeda, khususnya terkait suksesi kepemimpinan adat. Sebuah dokumen berjudul "Sekilas Tentang Kerajaan Banggai" yang disusun oleh Fadli Lapene dan Risal La'ama, serta diterbitkan oleh Lembaga Tinggi Adat Banggai (Basalo Sangkap), menawarkan perspektif resmi dari pemangku adat.

Salah satunya membahas mengenai status H. Syukuran Aminuddin Amir. Dokumen ini menegaskan bahwa, berdasarkan tatanan adat, H. Syukuran Aminuddin Amir tidak dapat disebut sebagai Tomundo (Raja) yang sah.

Menurut penelusuran dokumen tersebut, dinamika ini bermula pada tahun 1939, ketika Tomundo Nurdin Daud, raja ke-20 Kerajaan Banggai, diangkat dalam usia yang relatif sangat muda, yaitu 12 tahun. Kondisi ini secara alami menimbulkan kekosongan dalam pelaksanaan roda pemerintahan kerajaan, mengingat usia sang raja yang belum matang untuk memikul tanggung jawab penuh.

Untuk mengatasi situasi tersebut, Lembaga Tinggi Adat (Basalo Sangkap) kemudian menunjuk H. Syukuran Aminuddin Amir sebagai Pelaksana Tugas Raja. Penunjukan ini, sebagaimana diuraikan dalam dokumen, bersifat sementara dan memiliki syarat yang jelas: H. Syukuran Aminuddin Amir diharapkan akan mengembalikan wewenang kepemimpinan tersebut setelah Tomundo Nurdin Daud mencapai usia dewasa dan dianggap mampu memerintah.

Namun, dalam perjalanannya, H. Syukuran Aminuddin Amir tidak mengembalikan mandat tersebut. Sebaliknya, ia justru mendeklarasikan dirinya sebagai Tomundo definitif dan bahkan memindahkan pusat kendali pemerintahan dari Kota Banggai ke Luwuk. 

Periode kepemimpinannya, meskipun diakui oleh pihak-pihak eksternal pada masa itu, termasuk otoritas kolonial Belanda dan kemudian oleh Pemerintah Republik Indonesia, tapi menimbulkan pertanyaan di internal Basalo Sangkap.

Lembaga Adat Banggai kemudian secara konsisten menyatakan bahwa H. Syukuran Aminuddin Amir tidak pernah diakui sebagai Tomundo yang sah sesuai dengan ketentuan adat istiadat kerajaan. 
Penolakan ini didasari pada prinsip fundamental bahwa setiap Tomundo harus melalui proses pemilihan dan pelantikan resmi oleh Basalo Sangkap.

Pelantikan itu menjadi sebuah prosedur yang telah menjadi tradisi turun-temurun selama ratusan tahun. Karena prosedur adat tersebut tidak terpenuhi dalam kasus H. Syukuran Aminuddin Amir, maka secara de jure (hukum adat), statusnya sebagai Tomundo definitif dianggap tidak valid oleh Basalo Sangkap.

Dokumen ini, yang dikeluarkan oleh Lembaga Tinggi Adat Banggai, dipandang sebagai upaya vital untuk meluruskan narasi historis yang mungkin telah bercampur aduk seiring waktu. Tujuannya adalah untuk mengembalikan marwah dan tatanan adat istiadat leluhur ke tempat semestinya, demi menjaga keaslian dan kontinuitas sejarah Kerajaan Banggai. 

Upaya pelurusan ini berlanjut dengan pengangkatan Ir. H. Iskandar Zaman, MM sebagai Tomundo ke-21 pada tahun 2008, menandai sebuah babak baru dalam pemulihan sejarah dan adat di Banggai. Dia dipilih bukan menjadi penguasa tetapi meneruskan adat dan tradisi Kerajaan Banggai. (*)

Posting Komentar untuk "Meluruskan Sejarah: Lembaga Adat Banggai Nyatakan H. Syukuran Aminuddin Amir Bukan Tomundo Sah"