Wilayah Banggai, Banggai Kepulauan, Banggai Laut yang kini terletak di bagian timur Provinsi Sulawesi Tengah, menyimpan sejarah panjang sebagai salah satu pusat kekuasaan lokal yang memiliki pengaruh budaya, politik, dan perdagangan. Ketiga wilayah kembar ini awalnya bagian dari Kerajaan Banggai atau Benggawi.
Namun, hingga kini, asal-usul Kerajaan Banggai masih menyisakan banyak perdebatan di kalangan sejarawan, budayawan, dan masyarakat setempat. Perbedaan versi sejarah ini mencerminkan beragamnya sumber yang digunakan, mulai dari tradisi lisan hingga dokumen tertulis dari luar negeri.
Versi 1: Warisan Kerajaan Bongganan
Salah satu versi yang dikutip dari buku "Sejarah Kabupaten Banggai" karya Haryanto Djalumang (2012) menyebutkan bahwa Kerajaan Banggai merupakan kelanjutan dari Kerajaan Bongganan yang terletak di Pulau Peling. Kerajaan ini didirikan oleh Raja Adi Kalut Pokalut yang melarikan diri dari serangan militer gabungan antara Kesultanan Ternate dan Kerajaan Gowa. Setelah pelariannya, Adi Kalut membangun kekuasaan baru di Pulau Banggai sekitar abad ke-14, yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Banggai.
Versi 2: Penyatuan Basalo Sangkap oleh Adi Cokro
Dalam buku "Babad Sepintas Kilas Banggai" karya Machmud HK (1986), disebutkan bahwa sebelum berdirinya Kerajaan Banggai, terdapat empat kerajaan kecil di wilayah Pulau Banggai, yaitu Babolau, Singgolok, Kookini, dan Katapean. Keempat kerajaan ini dikenal dengan sebutan Basalo Sangkap. Menurut kisah tersebut, seorang panglima dari Kesultanan Ternate bernama Adi Cokro datang ke Pulau Banggai dan berhasil menyatukan keempat kerajaan tersebut sekitar tahun 1575. Ia kemudian mengangkat putranya, Mandapar, sebagai raja pertama Kerajaan Banggai. Versi ini menjadi yang paling populer dan banyak diadopsi oleh Keraton Banggai serta masyarakat hingga saat ini.
Versi 3: Eksistensi pada Era Majapahit
Kitab kuno Negarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit tahun 1365 M, menyebutkan nama "Benggawi" atau "Banggawi" sebagai salah satu daerah yang berada dalam cakupan kekuasaan Majapahit. Meskipun tidak dijelaskan secara rinci sebagai kerajaan, penyebutan ini menandakan bahwa wilayah Banggai telah dikenal dan mungkin memiliki struktur kekuasaan tertentu sejak abad ke-14. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa ini menjadi bukti awal eksistensi wilayah Banggai dalam jaringan kekuasaan regional di Nusantara.
Versi 4: Catatan Tiongkok dari Abad ke-12
Versi lain yang lebih tua tercatat dalam karya geografis Tiongkok berjudul "Lingwai Daida" yang ditulis oleh Zhou Qufei pada tahun 1178 M. Dalam karya ini, disebutkan bahwa wilayah "Ping ye" merupakan bagian dari sebelas daerah bawahan dari Kerajaan Kedin (Panjalu) yang berpusat di Jawa Timur. Ping ye diyakini sebagai sebutan untuk wilayah Banggai. Daftar ini juga mencakup wilayah lain seperti Pacitan (Pai Hua Yuan), Medang (Me Tung), Hujung Galuh, Sumba (Ta Kang), Bali (Ma Li), Timor (Ti Wu), hingga Maluku (Wa Nu Ku). Sumber ini menunjukkan bahwa wilayah Banggai sudah dikenal dalam catatan internasional jauh sebelum era Majapahit.
Sumber dan Perspektif Sejarah
Perbedaan versi ini tidak terlepas dari beragamnya sumber sejarah yang digunakan. Tradisi lisan masyarakat Banggai diwariskan turun-temurun melalui cerita rakyat, legenda, dan kisah-kisah para tetua adat. Di sisi lain, catatan kolonial dan karya-karya sejarah modern berusaha menuliskannya secara sistematis, namun tetap dipengaruhi oleh sumber lokal.
Sementara itu, dokumen asing seperti kitab kuno dari Tiongkok dan India memberikan sudut pandang luar yang memperkaya pemahaman kita terhadap posisi strategis Banggai dalam jalur perdagangan dan kekuasaan di Asia Tenggara.
Menghargai Keragaman Narasi
Daripada memperdebatkan kebenaran tunggal dari setiap versi, penting bagi kita untuk menghargai setiap narasi sebagai bagian dari ingatan kolektif masyarakat Banggai. Sejarah bukan hanya soal kapan dan siapa, tapi juga tentang bagaimana masyarakat mengingat, merawat, dan menularkan cerita-cerita itu lintas generasi. Kerajaan Banggai, dalam segala versi asal-usulnya, mencerminkan dinamika politik, budaya, dan identitas lokal yang kaya dan layak untuk terus digali. (*)
Daftar Pustaka:
- Djalumang, Haryanto. (2012). Sejarah Kabupaten Banggai. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banggai.
- Machmud, H.K. (1986). Babad Banggai Sepintas Kilas. Yayasan Banggai Mandiri.
- Pigeaud, Theodore. (1960). Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. The Hague: Martinus Nijhoff.
- Robson, S.O. (1995). Desawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca: An Old Javanese Poem and Its Sanskrit Labels KITLV Press.
- Zhou Qufei. (1178). Lingwai Daida [Catatan Asing dari Luar Wilayah].
Catatan: Tulisan ini disusun menggunakan AI berdasarkan informasi yang tersedia di Internet.
Posting Komentar untuk "Mengungkap Asal-usul Sejarah Kerajaan Banggai dalam Beragam Versi"