BANGGAI BERDIKARI – Sebuah penelitian karya mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo, Faisal Hamzah Pakaya, kembali menyoroti jejak sejarah yang lama terlupakan: kisah Kerajaan Tompotika di ujung timur Sulawesi. Kerajaan ini lahir dari gejolak politik Kerajaan Luwu dan berakhir oleh ekspansi besar-besaran Kesultanan Ternate.
Narasi tersebut diulas ulang secara mendalam oleh kanal YouTube Safar Nurhan beberapa tahun lalu. Video itu menafsirkan skripsi Faisal sebagai cerminan betapa kaya dan kompleksnya sejarah lokal yang turut membentuk mozaik kebangsaan Indonesia.
Asal-usul dari Gejolak Luwu
Menurut penelitian Faisal, fondasi Kerajaan Tompotika terbentuk pada abad ke-16. Saat itu, Kerajaan Luwu—salah satu kerajaan tertua dan paling berpengaruh di Sulawesi Selatan—dilanda konflik internal dan perebutan kekuasaan di kalangan bangsawan.
Ketegangan itu mendorong sekelompok pembesar kerajaan untuk meninggalkan Luwu. Migrasi mereka ke utara bukan sekadar pelarian, melainkan langkah politik untuk membangun tatanan baru. Di wilayah pesisir yang kini dikenal sebagai Kabupaten Banggai, mereka mendirikan kerajaan yang disebut Bualemo atau Tompotika.
Tompotika Menjadi Kekuatan Regional
Berkat letaknya yang strategis di Teluk Tomini, Tompotika tumbuh pesat dan menjelma menjadi kekuatan baru di kawasan timur Sulawesi. Dalam waktu singkat, kerajaan ini membangun pengaruh politik dan ekonomi yang luas, bahkan disebut sebagai “kerajaan tandingan” terhadap dominasi kekuatan lama di sekitarnya.
“Kehadiran Tompotika mengubah peta politik lokal pada masanya. Ia menjadi pusat kekuasaan alternatif yang mandiri,” ujar Safar Nurhan dalam analisisnya terhadap karya Faisal Hamzah Pakaya.
Ekspansi Ternate dan Kejatuhan Tompotika
Sementara Tompotika berkembang, dari arah timur muncul kekuatan besar: Kesultanan Ternate. Di bawah Sultan Babullah Datu Syah, Ternate sedang giat memperluas wilayah pengaruhnya demi menguasai jalur perdagangan rempah yang menjadi incaran bangsa Eropa.
Langkah pertama Ternate di Sulawesi adalah menaklukkan Kerajaan Banggai. Penaklukan ini tak hanya bersifat politik, tapi juga strategis—Ternate menempatkan seorang bangsawan Jawa bernama Adi Cokro sebagai penguasa pertama Banggai untuk memastikan loyalitas penuh.
Dari titik itu, konflik kepentingan dengan Tompotika tak terelakkan. “Adi Cokro melancarkan ekspansi wilayah sampai ke daratan Banggai dan menaklukkan Kerajaan Tompotika atas bantuan Sultan Ternate, Babullah,” tulis Faisal dalam abstrak penelitiannya.
Pasukan gabungan dari Tobelo, Gorontalo, dan Limboto turut dikerahkan, menandai akhir perjalanan Kerajaan Tompotika. Pertahanan kerajaan runtuh, dan pengaruhnya perlahan hilang dari catatan sejarah arus utama.
Jejak yang Tersisa dan Maknanya Hari Ini
Kisah Tompotika menjadi pengingat bahwa sejarah Nusantara tidak hanya berkutat pada kerajaan besar seperti Majapahit, Ternate, atau Gowa. Di antara pulau-pulau kecil dan pesisir terpencil, ada catatan perjuangan lokal yang tak kalah penting dalam membentuk identitas Indonesia.
“Meski sebagian besar sumber berasal dari catatan lokal dan tradisi lisan, penelitian ini membuka ruang diskusi baru tentang dinamika kekuasaan antar-kerajaan di Sulawesi bagian timur,” tulis Faisal.
Melalui riset akademis dan penyebaran digital seperti yang dilakukan Safar Nurhan, riwayat Kerajaan Tompotika kembali menemukan ruangnya dalam memori publik. Sejarah lokal yang nyaris hilang kini mendapat panggung baru — menegaskan bahwa setiap daerah memiliki bab penting dalam kisah panjang perjalanan bangsa. (*)
Posting Komentar untuk "Riwayat Kerajaan Tompotika: Berawal dari Gejolak Luwu, Berakhir oleh Ambisi Ternate"