Warga Luwuk Banggai Banyak yang Belum Tahu Sejarah Kotanya, Ini Perjalanannya Sejak 1726


BANGGAI BERDIKARI – Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, ternyata memiliki sejarah panjang yang jarang diketahui warganya. Catatan sejarah menunjukkan asal-usul kota ini sudah ada sejak hampir 300 tahun lalu.

Tahun 1726, di wilayah pegunungan pesisir timur Sulawesi Tengah, sekelompok masyarakat membentuk persekutuan bernama Keleke. Mereka menempati wilayah Keles, Tandos, Mankin Piala, dan Tontoan. Pemimpinnya disebut Bosanyo Keleke dan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Banggai.

Pada 1791, masyarakat Keleke memperluas permukiman ke tepi pantai untuk berkebun dan memancing. Bosanyo Keleke Sula memberi nama perkampungan baru itu “Luwok”, dari kata “Huk” yang berarti teluk. Bentuk teluk ini kemudian menjadi pusat perdagangan yang ramai didatangi pedagang Tionghoa, Portugis, Spanyol, Belanda, Arab, Bugis, Makassar, Buton, Jawa, Filipina, dan Maluku.

Pada 1880, Bosanyo Keleke Mabulang memerintahkan warga membentuk perkampungan baru di tepi pantai yang kini dikenal sebagai Kampung Asam Jawa, lokasi Kodim 1308 berada. Setelah Belanda menguasai Kerajaan Banggai pada 1908, warga dipindahkan ke wilayah pegunungan W. Proses pemindahan dilakukan cepat, disebut “Sohongi”, yang menjadi asal nama Kelurahan Soho.

Perkembangan berikutnya, warga Keleke yang menikah dengan warga Mangkin Piala dan Bugis-Makassar membentuk kampung baru, yaitu Dongkalan, Jole, dan Simpoung (sekarang Simpong). Pada 1901, Luwok diadopsi sebagai nama perkampungan oleh warga Dongkalan. Kepala kampung pertama H. Kailo kemudian memimpin persekutuan baru yang tetap menggunakan nama Luwok.

Tahun 1907, Luwok ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Afdeling Oostkust van Celebes (Pantai Timur Sulawesi) oleh pemerintah Hindia Belanda. Kedudukan ini sempat dipindahkan ke Bau-Bau pada 1911, tetapi pada 1924 Luwok kembali menjadi pusat pemerintahan Onderafdeling Banggai.

Tanggal 1 April 1908, Raja Banggai Abdurahman menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) dengan pemerintah Hindia Belanda. Kerajaan Banggai resmi lepas dari Kesultanan Ternate dan menjadi wilayah berpemerintahan sendiri (zelfbestuurrende landschappen).

Masa pendudukan Jepang pada 1942 menjadikan Luwok pusat pemerintahan wilayah Kerajaan Banggai. Jepang membentuk sistem pemerintahan baru dengan struktur Ken Kanrikan (Afdeling), Bunken Kanrikan (Onderafdeling), Suco (raja), Gunco (kepala distrik), dan Sonco (kepala desa).

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, pasukan NICA (Netherland Indies Civil Administration) sempat mendarat kembali di Luwok dipimpin Mayor Welson, dengan membawa pasukan Australia.

Status Swapraja Banggai di bawah Kerajaan Banggai baru berubah menjadi Kabupaten Banggai setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1952. Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dijabat Raja ke-33 H. Sjoekoeran Aminuddin Amir.

Kemudian Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1959 menetapkan Kabupaten Banggai secara resmi dengan pusat pemerintahan di Luwok (kini Luwuk). Bupati pertama Kabupaten Banggai adalah Bidin.

Sejak itu, Luwuk berkembang menjadi ibu kota kabupaten dan pusat pemerintahan. Namun hingga kini, sebagian warga Luwuk belum banyak mengetahui sejarah panjang kotanya yang berawal dari sebuah perkampungan kecil di teluk. (*)

Sumber: Haryanto Djalumang lewat Facebook Wonderful Banggai

Posting Komentar untuk "Warga Luwuk Banggai Banyak yang Belum Tahu Sejarah Kotanya, Ini Perjalanannya Sejak 1726"